Salah satu kebudayaan batak yaitu Tortor merupakan tarian khas dari tanah Batak.
Tortor berasal dari suara hentakan kaki penarinya di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan Gondang yang juga berirama menghentak. Gerakan tortor merupakan kombinasi dari gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan.
Tortor digunakan dalam berbagai ritual adat batak, beberapa jenis diantaranya seperti, Tortor Somba (tarian Menyembah), Tortor Pangurason (Tarian Pembersihan), Tortor Tunggal Panaluan , Tortor Si Pitu Sawan (Tarian Tujuh Cawan).
Tortor Si Pitu Sawan (Tortor Tujuh Cawan), pitu berarti tujuh, Seperti namanya, Tarian ini menggunakan tujuh cawan.
Berawal dari suatu mimpi seorang raja batak keturunan Guru Tatea Bulan, di kawasan Desa Sianjur Mulamula, Puncak Pusuk Buhit, (saat ini Kabupaten Samosir). Dalam mimpinya, kepada raja diberitahukan bahwa kawasan pegunungan pusuk buhit tempat keturunan pertama si Raja Batak akan runtuh.
Untuk memahami dan mendalami arti mimpinya Raja memerintahkan Panglima (Ulu Balang) agar memanggil seorang ahli nujum (Guru Pangatiha) untuk menafsirkan mimpinya. Oleh karena Guru Pangatiha tidak yakin akan arti mimpi raja, Guru Pangatiha meminta supaya raja menggelar ritual membuka Debata ni Parmanukon atau membuka tabir mimpi.
Guru Pangatiha, meminta raja agar acara membuka tabir mimpi ini dilaksanakan sebelum bulan purnama tiba (Bulan Samisara). dan untuk menghalau hal-hal buruk yang akan terjadi ke daerah kekuasaannya, Guru Pangatiha menghimbau agar raja memanggil seorang sibaso atau dukun perempuan bergelar Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari.
Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari bersama enam gadis kemudian menari sambil menjingjing sebuah mangkuk atau cawan dikepala masing-masing dengan diiringi alunan musik gondang Sabangunan. Ketujuh gadis menari-nari sambil menyiramkan air dalam cawan mengelilingi desa.
Cawan tersebut berisikan air dan perasan Jeruk Purut diyakini masyarakat Batak sebagai media pembersihan, terutama pembersihan diri maupun lokasi dimana tarian Tor Tor Sipitu Cawan ini sedang di gelar.
Berawal dari suatu mimpi seorang raja batak keturunan Guru Tatea Bulan, di kawasan Desa Sianjur Mulamula, Puncak Pusuk Buhit, (saat ini Kabupaten Samosir). Dalam mimpinya, kepada raja diberitahukan bahwa kawasan pegunungan pusuk buhit tempat keturunan pertama si Raja Batak akan runtuh.
Untuk memahami dan mendalami arti mimpinya Raja memerintahkan Panglima (Ulu Balang) agar memanggil seorang ahli nujum (Guru Pangatiha) untuk menafsirkan mimpinya. Oleh karena Guru Pangatiha tidak yakin akan arti mimpi raja, Guru Pangatiha meminta supaya raja menggelar ritual membuka Debata ni Parmanukon atau membuka tabir mimpi.
Guru Pangatiha, meminta raja agar acara membuka tabir mimpi ini dilaksanakan sebelum bulan purnama tiba (Bulan Samisara). dan untuk menghalau hal-hal buruk yang akan terjadi ke daerah kekuasaannya, Guru Pangatiha menghimbau agar raja memanggil seorang sibaso atau dukun perempuan bergelar Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari.
Sibaso Bolon Panurirang Pangarittari bersama enam gadis kemudian menari sambil menjingjing sebuah mangkuk atau cawan dikepala masing-masing dengan diiringi alunan musik gondang Sabangunan. Ketujuh gadis menari-nari sambil menyiramkan air dalam cawan mengelilingi desa.
Cawan tersebut berisikan air dan perasan Jeruk Purut diyakini masyarakat Batak sebagai media pembersihan, terutama pembersihan diri maupun lokasi dimana tarian Tor Tor Sipitu Cawan ini sedang di gelar.
Tortor Sawan :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar