Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Kombes Bambang Sukamto, mengatakan, tarif penerbitan SIM telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2010.
Berdasarkan PP tersebut, tarif penerbitan SIM A, B-I dan B-II baru sebesar Rp120 ribu dan perpanjangan Rp80 ribu. Sedangkan tarif penerbitan SIM C baru Rp100 ribu dan perpanjangan Rp75 ribu. Sementara untuk tarif penerbitan SIM D (khusus penyandang cacat) baru sebesar Rp50 ribu dan perpanjangannya Rp30 ribu.
Sedangkan tarif penerbitan SIM internasional baru Rp250 ribu dan perpanjangannya Rp225 ribu.
Menurut Bambang, dalam penerbitan SIM, sebuah lembaga pendidikan dan latihan mengemudi tidak memiliki hak atau wewenang melayani pembuatan surat izin mengemudi (SIM).
Ia menyampaikan itu tadi malam, menyusul adanya tudingan bahwa Kepolisian setempat memberikan hak istimewa kepada sekolah atau diklat mengemudi tertentu untuk melayani pembuatan SIM. "Tudingan itu tidak benar. Tidak ada sekolah atau diklat mengemudi yang boleh melayani pembuatan SIM," tegas Bambang Sukamto.
Namun demikian, menurut dia, keberadaan sekolah atau diklat mengemudi itu sendiri merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pada Pasal 77 UU 22/2009 itu disebutkan, untuk mendapatkan SIM kendaraan bermotor pribadi seseorang harus memiliki kompetensi melalui diklat atau belajar sendiri, sementara untuk mendapatkan SIM kendaraan bermotor umum wajib mengikuti diklat mengemudi angkutan umum. "Diklat mengemudi itu sendiri harus diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi. Peranan Polri dalam hal ini hanya menentukan norma, etika, standar, kriteria, dan prosedurnya saja," jelasnya.
Terkait keberadaan diklat mengemudi Medan Safety Driving Center (MSDC) yang sempat diributkan, menurut Bambang Sukamto, Direktorat Lalu Lintas Polda Sumut hanya mengemban fungsi supervisi dan pemberian akreditasi berkaitan dengan norma, etika, standar, kriteria dan prosedur. "Kepada sekolah-sekolah atau diklat mengemudi termasuk MSDC bahkan sudah kita perintahkan agar memasang tulisan 'Tidak Melayani Pembuatan SIM' di tempat masing-masing," ujarnya.
Tentang pentingnya sekolah atau diklat mengemudi, ia menunjuk peningkatan jumlah kasus kecelakaan lalu lintas di daerah itu dari tahun ke tahun. Pada 2009 di Sumut terjadi sebanyak 3.137 kasus kecelakaan lalu lintas dan meningkat menjadi 3.634 kasus atau naik 14,6 persen pada 2010, sementara jumlah korbannya juga mengalami peningkatan.
Jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada 2009 tercatat sebanyak 1.571 orang dan pada 2010 naik 5,7 persen menjadi 1.661 korban. Demikian juga dengan jumlah korban luka berat yang naik dari 2.050 korban pada 2009 menjadi 2.651 korban pada 2010 atau meningkat 29,3 persen, sedangkan korban luka ringan naik dari 2.485 menjadi 2.848 korban atau meningkat 14,6 persen.
"Dari sisi usia, lebih 88 persen korban kecelakaan lalu lintas berada dalam usia produktif antara 17 hingga 50 tahun dan itu tentu sangat mengkhawatirkan. Karenanya UU mengatur perlunya sekolah atau diklat mengemudi agar masyarakat benar-benar memahami tata cara mengemudi yang benar dan aman," ujar Bambang Sukamto.
(http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=202800:dirlantas-medan-sim-termahal-rp120-ribu&catid=77:fokusutama&Itemid=131)
Berdasarkan PP tersebut, tarif penerbitan SIM A, B-I dan B-II baru sebesar Rp120 ribu dan perpanjangan Rp80 ribu. Sedangkan tarif penerbitan SIM C baru Rp100 ribu dan perpanjangan Rp75 ribu. Sementara untuk tarif penerbitan SIM D (khusus penyandang cacat) baru sebesar Rp50 ribu dan perpanjangannya Rp30 ribu.
Sedangkan tarif penerbitan SIM internasional baru Rp250 ribu dan perpanjangannya Rp225 ribu.
Menurut Bambang, dalam penerbitan SIM, sebuah lembaga pendidikan dan latihan mengemudi tidak memiliki hak atau wewenang melayani pembuatan surat izin mengemudi (SIM).
Ia menyampaikan itu tadi malam, menyusul adanya tudingan bahwa Kepolisian setempat memberikan hak istimewa kepada sekolah atau diklat mengemudi tertentu untuk melayani pembuatan SIM. "Tudingan itu tidak benar. Tidak ada sekolah atau diklat mengemudi yang boleh melayani pembuatan SIM," tegas Bambang Sukamto.
Namun demikian, menurut dia, keberadaan sekolah atau diklat mengemudi itu sendiri merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pada Pasal 77 UU 22/2009 itu disebutkan, untuk mendapatkan SIM kendaraan bermotor pribadi seseorang harus memiliki kompetensi melalui diklat atau belajar sendiri, sementara untuk mendapatkan SIM kendaraan bermotor umum wajib mengikuti diklat mengemudi angkutan umum. "Diklat mengemudi itu sendiri harus diselenggarakan oleh lembaga yang mendapat izin dan terakreditasi. Peranan Polri dalam hal ini hanya menentukan norma, etika, standar, kriteria, dan prosedurnya saja," jelasnya.
Terkait keberadaan diklat mengemudi Medan Safety Driving Center (MSDC) yang sempat diributkan, menurut Bambang Sukamto, Direktorat Lalu Lintas Polda Sumut hanya mengemban fungsi supervisi dan pemberian akreditasi berkaitan dengan norma, etika, standar, kriteria dan prosedur. "Kepada sekolah-sekolah atau diklat mengemudi termasuk MSDC bahkan sudah kita perintahkan agar memasang tulisan 'Tidak Melayani Pembuatan SIM' di tempat masing-masing," ujarnya.
Tentang pentingnya sekolah atau diklat mengemudi, ia menunjuk peningkatan jumlah kasus kecelakaan lalu lintas di daerah itu dari tahun ke tahun. Pada 2009 di Sumut terjadi sebanyak 3.137 kasus kecelakaan lalu lintas dan meningkat menjadi 3.634 kasus atau naik 14,6 persen pada 2010, sementara jumlah korbannya juga mengalami peningkatan.
Jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas pada 2009 tercatat sebanyak 1.571 orang dan pada 2010 naik 5,7 persen menjadi 1.661 korban. Demikian juga dengan jumlah korban luka berat yang naik dari 2.050 korban pada 2009 menjadi 2.651 korban pada 2010 atau meningkat 29,3 persen, sedangkan korban luka ringan naik dari 2.485 menjadi 2.848 korban atau meningkat 14,6 persen.
"Dari sisi usia, lebih 88 persen korban kecelakaan lalu lintas berada dalam usia produktif antara 17 hingga 50 tahun dan itu tentu sangat mengkhawatirkan. Karenanya UU mengatur perlunya sekolah atau diklat mengemudi agar masyarakat benar-benar memahami tata cara mengemudi yang benar dan aman," ujar Bambang Sukamto.
(http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=202800:dirlantas-medan-sim-termahal-rp120-ribu&catid=77:fokusutama&Itemid=131)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar